Mengapa Kehidupan Digital perlu diatur? Karena sedikit-banyak kehidupan digital merepresentasikan kehidupan nyata manusia. Ada banyak aktivitas hidup manusia, termasuk yang berhubungan dengan orang lain (interpersonal) maupun publik, yang dilakukan melalui media digital. Tanpa adanya etika dan etiket, kehidupan digital tidak akan sustainable (berkelanjutan). Jadi dapat dikatakan bahwa etika digital merupakan kebutuhan bersama yang harus dijaga, agar kita semua tetap dapat menikmatinya sebagai representasi kehidupan nyata.
Etika digital menjadi semakin jauh lebih penting ketika jumlah “penghuni” media digital (warganet) semakin banyak. Amanda (2021) menyebutkan bahwa jumlah warganet di Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun. Angka yang dikeluarkan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada semester pertama tahun 2020, mencatat kenaikan 8,9% jumlah pengguna internet di Indonesia dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Data menunjukkan bahwa 73,3% penduduk Indonesia adalah pengguna internet yang aktif. APJII juga mencatat lebih dari separuh pengguna internet di Indonesia berada di Pulau Jawa yakni sebesar 56,4 %, lalu diikuti Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, serta Maluku dan Papua. Berdasarkan data APJII, 95,4% pengguna internet di Indonesia menggunakan telepon pintar atau smartphone untuk mengakses internet.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat aktivitas yang paling banyak dilakukan para pengguna internet di Indonesia adalah berinteraksi melalui aplikasi chatting (29,3%) dan media sosial (24,7%). Aktivitas lain yang dilakukan internet adalah mengakses berita, layanan perbankan, mengakses hiburan, jualan daring, belanja daring, layanan informasi barang/jasa, layanan publik, layanan informasi pekerjaan, transportasi daring, game, e-commerce, layanan informasi pendidikan, dan layanan informasi kesehatan (Bukalapak, 2020). Meningkatnya angka pengguna internet berdampak pada meningkatnya pengguna media sosial dan transaksi online.
Untuk itu kita sepatutnya mengenal bagaimana karakteristik media sosial. Media sosial memiliki lima karakteristik yakni (Banyumurti, 2019, dalam Amanda, 2021):
- Terbuka: siapapun dimungkinkan untuk dapat memiliki akun media sosial dengan batasan tertentu, seperti usia.
- Memiliki halaman profil pengguna. Tersedia menu profil yang memungkinkan setiap pengguna menyajikan informasi tentang dirinya sebagai pemilik akun.
- User Generated Content. Terdapat fitur bagi setiap pengguna untuk bisa membuat konten dan menyebarkannya melalui platform media sosial.
- Tanda waktu di setiap unggahan. Setiap unggahan yang dibuat diberi tanda waktu, sehingga bisa diketahui kapan unggahan tersebut dibuat.
- Interaksi dengan pengguna lain. Media sosial menyediakan fitur agar kita dapat berinteraksi dengan pengguna lainnya.
Kehidupan dalam media sosial harus diatur, baik melalui peraturan tertulis maupun tidak tertulis. Dalam negara demokratis, memang sebaiknya kehidupan media sosial tidak perlu terlalu banyak aturan tertulisnya. Nilai-nilai dan norma-norma dalam kehidupan digital akan tetap terpelihara selama masyarakat digitalnya memiliki literasi dan etika yang memadai dalam menggunakan media sosial.
Menurut Shina (2021), setidaknya ada empat (4) pilar literasi digital, yaitu:
- Digital skills (kecakapan digital), yang salah satunya difokuskan kepada pengetahuan dasar mengenai lanskap digital, yakni internet dan dunia maya.
- Digital culture (budaya digital), yang salah satunya difokuskan kepada pengetahuan dasar akan nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital dalam kehidupan berbudaya, berbangsa, dan bernegara.
- Digital ethics (etika digital), yang salah satunya difokuskan kepada etika berinternet (netiquette).
- Digital safety (keamanan digital), yang salah satunya difokuskan kepada pengetahuan dasar mengenai proteksi identitas digital dan data pribadi di platform digital.
Apabila keempat pilar literasi digital tersebut kuat tertanam dalam diri setiap pengguna media sosial, maka kemungkinan kehidupan digital kita akan menjadi lebih baik dan lebih beradab (civilized).
APA ITU ERA DIGITAL?
Dalam bahasa yang sederhana, Era digital adalah masa ketika informasi lebih mudah dan cepat diperoleh serta disebarluaskan menggunakan teknologi digital (Solihin & Suradi (Ed), 2018). Dengan kata lain, era digital (atau kerap disebut pula sebagai era informasi) adalah saat ketika sejumlah besar informasi tersedia secara luas untuk banyak orang, yang sebagian besar tersedia melalui teknologi komputer. Era digital juga ditandai dengan kemajuan teknologi dari perangkat elektronik dan mekanik analog ke teknologi digital.
Shepherd (2004) menjelaskan bahwa Era Digital ditandai dengan transformasi sosial-ekonomi yang intens pada skala yang mirip dengan Revolusi Industri. Kehidupan sehari-hari melibatkan interaktivitas sosial-ekonomi yang lebih bervariasi dari sebelumnya, menyebabkan perputaran pengetahuan sosial ekonomi lebih cepat. Basis pengetahuan Era Digital lebih abstrak dan teoretis daripada di masa lalu, tetapi seringkali juga lebih sepele dan lebih mudah berubah-ubah.
Era digital juga terkait dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), yang fungsinya semakin mampu memobilisasi pengetahuan, dengan kecepatan lebih tinggi.
Menurut Haris (2016), Era Digital adalah masa dimana terjadi proses pergeseran dari ekonomi berbasis industri ke ekonomi berbasis informasi dengan menggunakan komputer atau perangkat teknologi lainnya sebagai media atau komunikasi. Era digital juga merupakan waktu dimana ada akses yang luas, siap dan mudah berbagi, dan penggunaan informasi yang dapat diakses secara elektronik. Era digital juga disebut sebagai era informasi dan komunikasi karena banyak penelitian dilakukan mengenai pengumpulan, pengolahan dan transfer informasi di era digital.
Di era digital, informasi telah berkembang pesat di seluruh dunia. Banyak teknologi baru telah diciptakan untuk memudahkan tugas sehari-hari maupun transaksi bisnis. Beberapa informasi telah dipindahkan dari format fisik ke format elektronik. Perangkat modern seperti smartphone, komputer mobile, PDA, tablet adalah kreasi di era digital dan sangat vital bagi generasi baru (terutama generasi milenial, generasi Z dan generasi Alpha).
Vorobiova (2021) menjelaskan perkembangan dari era digital (Digital Age). Menurutnya, era digital sejatinya bukan hanya satu hal yang bersifat monolitik melainkan merupakan rangkaian langkah-langkah progresif. Saat ini kita mungkin hanya berada di tengah-tengah transformasi antara era pra-digital dan era pasca-digital. Untuk benar-benar memahami kemajuan ini, penting untuk melihat dari mana era ini berasal, serta ke mana era ini akan menuju.
Pre-Digital
Meskipun fase ini belum terlalu lama, periode teknologi pre digital kerap dilihat sebagai nostalgia. Selama fase ini, ritel masih menjadi sarana utama untuk mendapatkan barang dan jasa. Sementara produk secara bertahap beralih menjadi lebih digital dengan ensiklopedia online dan buku telepon menjadi repositori yang dapat dicari.
Meskipun fase ini belum terlalu lama, periode teknologi pre digital kerap dilihat sebagai nostalgia. Selama fase ini, ritel masih menjadi sarana utama untuk mendapatkan barang dan jasa. Sementara produk secara bertahap beralih menjadi lebih digital dengan ensiklopedia online dan buku telepon menjadi repositori yang dapat dicari.
Mid-Digital
Fase pertengahan digital adalah di mana kita berada sekarang. Banyak organisasi memandang digitalisasi baru sebatas dalam konsep, tetapi mereka belum sepenuhnya memahami bagaimana teknologi digital dapat mengubah banyak hal dalam organisasi.
Fase pertengahan digital adalah di mana kita berada sekarang. Banyak organisasi memandang digitalisasi baru sebatas dalam konsep, tetapi mereka belum sepenuhnya memahami bagaimana teknologi digital dapat mengubah banyak hal dalam organisasi.
Post-Digital
Di era pasca-digital, internet akan tersedia di mana-mana dan beragam teknologi super canggih seperti mobil pintar dan rumah pintar akan menjadi bagian dari kehidupan manusia. Konsep pembatasan berdasarkan lokasi akan menjadi tidak relevan. Akan ada kebebasan baru dan tantangan baru di periode ini.
ISU-ISU DALAM ERA DIGITAL
Sumber: Limbong (2018, dalam Astuti, 2021)
ETIKA BERKOMUNIKASI DI RUANG DIGITAL
Di era pasca-digital, internet akan tersedia di mana-mana dan beragam teknologi super canggih seperti mobil pintar dan rumah pintar akan menjadi bagian dari kehidupan manusia. Konsep pembatasan berdasarkan lokasi akan menjadi tidak relevan. Akan ada kebebasan baru dan tantangan baru di periode ini.
ISU-ISU DALAM ERA DIGITAL
- Phising
Phishing adalah upaya untuk mendapatkan informasi sensitif seperti nama pengguna, kata sandi, dan detail kartu kredit (dan terkadang, secara tidak langsung, uang), seringkali untuk alasan jahat, dengan menyamar sebagai entitas yang dapat dipercaya dalam komunikasi elektronik. Phising juga dikenal sebagai Pencurian Identitas.
- Pelestarian Digital
Di era digital, segala sesuatu seolah akan serba digital. Ini juga berlaku untuk pelestarian digital. Pelestarian digital dengan cepat menjadi salah satu bentuk standar pelestarian untuk perpustakaan, arsip dan bahan fisik pusat informasi. Pelestarian digital adalah pelestarian semua materi digital, baik yang lahir digital, seperti email, situs web, videogame, dan file elektronik lainnya, atau telah didigitalkan dari bahan analog. Tujuan pelestarian digital adalah rendering akurat dari konten yang diautentikasi dari waktu ke waktu.
- Literasi Digital/Informasi
Literasi digital adalah pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang digunakan dalam berbagai perangkat digital seperti smartphone, tablet, laptop dan PC desktop, yang semuanya dilihat sebagai jaringan daripada perangkat komputasi. Literasi digital pada awalnya berfokus pada keterampilan digital dan komputer yang berdiri sendiri, tetapi fokusnya telah beralih dari perangkat yang berdiri sendiri ke perangkat jaringan.
ETIKA DIGITAL
Siberkreasi & Deloitte (2020, dalam Kusumastuti dkk (2021) merumuskan etika digital (digital ethics) sebagai kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquet) dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan. Apalagi di Indonesia yang multikultur, maka etika digital sangat relevan dipahami dan dipraktekkan oleh semua warga Indonesia.
K. Bertens (2014, dalam Astuti, 2021) mendefinisikan etika sebagai sistem nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Berbeda dengan etiket yang didefinisikan sebagai tata cara individu berinteraksi dengan individu lain atau dalam masyarakat. Jadi, etiket berlaku jika individu berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain. Sementara etika berlaku meskipun individu sendirian. Hal lain yang membedakan etika dan etiket ialah bentuknya, etika pasti tertulis, misal kode etik Jurnalistik, sedangkan etiket tidak tertulis (konvensi).
Seleksi dan analisis informasi Sesuai netiket | Seleksi dan Analisis Informasi Tidak Sesuai netiket |
Ingat akan keberadaan orang lain di dunia maya | Menyebarkan Berita Hoaks atau berita bohong dan palsu |
Taat kepada standar perilaku online yang sama dengan yang kita jalani dalam kehidupan nyata | Ujaran Kebencian (provokasi, hasutan atau hinaan) |
Tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan para pengguna internet lainnya | Pornografi (konten kecabulan dan eksploitasi seksual) |
Membentuk citra diri yang positif | Pencemaran Nama Baik |
Menghormati privasi orang lain | Penyebaran Konten Negatif |
Memberi saran atau komentar yang baik | Modus Penipuan Online (voucher diskon, penipuan transaksi shopping online) |
Hormati waktu dan bandwith orang lain | Cyber Bullying (pelecehan, mempermalukan, mengejek) |
Mengakses hal -hal yang baik dan bersifat tidak dilarang | Perjudian Online (judi bola online, blackjack, casino online) |
Tidak melakukan seruan atau ajakan ajakan yang sifatnya tidak baik | Cyber Crime, yaitu ancaman keamanan siber (pencurian identitas, pembobolan kartu kredit, pemerasan, hacking) |
ETIKA BERKOMUNIKASI DI RUANG DIGITAL
Mutiah dkk (2019) menjelaskan bahwa etika komunikasi berhubungan erat dengan bahasa. Simbol, bahasa, atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal, sedangkan komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi diluar kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis, komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari.
Etika berkomunikasi dalam implementasinya antara lain dapat diketahui dari komunikasi yang santun. Hal ini merupakan juga cerminan dari kesantunan kepribadian kita. Komunikasi diibaratkan seperti urat nadi penghubung Kehidupan, sebagai salah satu ekspresi dari karakter, sifat atau tabiat seseorang untuk saling berinteraksi, mengidentifikasikan diri serta bekerja sama. Kita hanya bisa saling mengerti dan memahami apa yang dipikirkan, dirasakan dan dikehendaki orang melalui komunikasi yang diekspresikan dengan menggunakan berbagai saluran, baik verbal maupun non-verbal. Pesan yang ingin disampaikan melalui komunikasi, bisa berdampak positif bisa juga sebaliknya. Komunikasi akan lebih bernilai positif, jika para peserta komunikasi mengetahui dan menguasai teknik berkomunikasi yang baik, dan beretika.
Etika berkomunikasi, tidak hanya berkaitan dengan tutur kata yang baik, tetapi juga harus berangkat dari niat tulus yang diekspresikan dari ketenangan, kesabaran dan empati kita dalam berkomunikasi. Bentuk komunikasi yang demikian akan menghasilkan komunikasi dua arah yang bercirikan penghargaan, perhatian dan dukungan secara timbal balik dari pihak-pihak yang erkomunikasi. Komunikasi yang beretika, kini menjadi persoalan penting dalam penyampaian aspirasi. Dalam keseharian eksistensi penyampaian aspirasi masih sering dijumpai sejumlah hal yang mencemaskan dari perilaku komunikasi yang kurang santun. Etika komunikasi sering terpinggirkan, karena etika Berkomunikasi belum membudaya sebagai urat nadi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Adapun Etika komunikasi yang baik dalam media sosial adalah jangan menggunakan kata kasar, provokatif, porno ataupun SARA; jangan memposting artikel atau status yang bohong; jangan mencopy paste artikel atau gambar yang mempunyai hak cipta, serta memberikan komentar yang relevan
Sumber: Amanda (2021)
Salam Bahagia
Semoga postingan : Literasi Digital | Etika Digital ada manfaatnya. Salam Bahagia 👍
0 2:
Posting Komentar