Ada yang beranggapan bahwa administrasi kurikulum merdeka semakin ribet bila dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya. Prediksi ini benar, bila seorang guru hanya bermodalkan copy paste (copas). Sebab yang dipotret secara kebetulan sudah dalam bentuk pengembangan. Di lain pihak, administrasi kurikulum merdeka justru lebih sederhana, asal dalam membuat kelengkapan administrasi langsung bersumber dari pusat.
Saya nukilkan beberapa pendapat orang yang tergabung dalam sebuah grup Matematika Nusantara. Topik ini menjadi hangat, karena selalu disusul dengan pernyataan sahabat-sahabat dalam memandang sebuah masalah sekaligus yang pernah mempraktekkan.
Dalam hal apa pun kita itu cenderung mencontoh. Itu sudah sifat bawaan manusia. Membuat PTK, skripsi, tesis, disertasi, termasuk modul ajar, kalau tidak mencontoh mana bisa. Konsep sedetail apa pun sulit dikerjakan bila tidak ada contohnya. Coba suruh guru membaca pedoman Pembelajaran dan Asesmen, lalu suruh buat modul ajar tanpa contoh, bakalan kesulitan dan bingung.
Celakanya contoh modul ajar yang dibuat oleh pemerintah yang dalilnya membantu, pada akhirnya menemui keribetan. Maka langsung tertancap pola piker, bahwa membuat modul ajar itu rumit. Contoh modul ajar yang kusut itu dibawa dari hulu ke hilir. Dari narasumber “tingkat langit” hingga “tingkat bumi”.
Narasumber mungkin tidak membaca Peraturan Menteri tentang standar proses, tidak membaca regulasi yang terkait dokumen perencanaan pembelajaran, paparan turun-temurun yang dipakai yang dari atas itu.
Walhasil pelatihan kurikulum merdeka lebih pada memodifikasi pembuatan administasi atau perangkat ajar. Pelatihan seminggu pun belum tentu paham. Oleh karena itu terjadi anggapan kuat bahawa administrasi kurikulum merdeka menjadi lebih ribet. Bukan salah guru, salah “mereka” yang terlalu “bersemangat” dalam membawa ide.
Kurikulum Merdeka adalah program pendidikan yang diperkenalkan di Indonesia untuk memberikan lebih banyak kebebasan kepada sekolah dalam mengembangkan kurikulum mereka sendiri. Ini dapat memengaruhi berbagai aspek administrasi di sekolah, seperti perencanaan, pelaporan, dan evaluasi kurikulum.
Sebenarnya maksud dari kurikulum merdeka itu adalah:
**) Dari berbagai Sumber
Saya nukilkan beberapa pendapat orang yang tergabung dalam sebuah grup Matematika Nusantara. Topik ini menjadi hangat, karena selalu disusul dengan pernyataan sahabat-sahabat dalam memandang sebuah masalah sekaligus yang pernah mempraktekkan.
Dalam hal apa pun kita itu cenderung mencontoh. Itu sudah sifat bawaan manusia. Membuat PTK, skripsi, tesis, disertasi, termasuk modul ajar, kalau tidak mencontoh mana bisa. Konsep sedetail apa pun sulit dikerjakan bila tidak ada contohnya. Coba suruh guru membaca pedoman Pembelajaran dan Asesmen, lalu suruh buat modul ajar tanpa contoh, bakalan kesulitan dan bingung.
Celakanya contoh modul ajar yang dibuat oleh pemerintah yang dalilnya membantu, pada akhirnya menemui keribetan. Maka langsung tertancap pola piker, bahwa membuat modul ajar itu rumit. Contoh modul ajar yang kusut itu dibawa dari hulu ke hilir. Dari narasumber “tingkat langit” hingga “tingkat bumi”.
Narasumber mungkin tidak membaca Peraturan Menteri tentang standar proses, tidak membaca regulasi yang terkait dokumen perencanaan pembelajaran, paparan turun-temurun yang dipakai yang dari atas itu.
Walhasil pelatihan kurikulum merdeka lebih pada memodifikasi pembuatan administasi atau perangkat ajar. Pelatihan seminggu pun belum tentu paham. Oleh karena itu terjadi anggapan kuat bahawa administrasi kurikulum merdeka menjadi lebih ribet. Bukan salah guru, salah “mereka” yang terlalu “bersemangat” dalam membawa ide.
Kurikulum Merdeka adalah program pendidikan yang diperkenalkan di Indonesia untuk memberikan lebih banyak kebebasan kepada sekolah dalam mengembangkan kurikulum mereka sendiri. Ini dapat memengaruhi berbagai aspek administrasi di sekolah, seperti perencanaan, pelaporan, dan evaluasi kurikulum.
Sebenarnya maksud dari kurikulum merdeka itu adalah:
- Sekolah sebaiknya perlu mengubah tata kelola mereka untuk mengakomodasi Kurikulum Merdeka, termasuk perubahan dalam manajemen administratif.
- Sekolah memiliki lebih banyak kebebasan untuk menentukan konten kurikulum mereka sendiri. Ini dapat memerlukan perencanaan yang lebih rinci dan pemantauan yang cermat.
- Sekolah seyogyanya mengembangkan metode pengukuran dan evaluasi yang sesuai dengan kurikulum yang mereka rancang.
**) Dari berbagai Sumber